Kamis, 21 April 2011

Dia(mono)log








Aku meremas kertas ujian yang penuh dengan angka dan logaritma.Otak ini terasa mengkerut.Bak kerupuk tersiram air.Panas karena sejak tengah malam kumasuki rumus,dan sepanjang siang kuhantam  soal-soal   ekstra rumit.Darahkupun terpompa begitu cepat dari jantung.
Ah.Sejak kecil kau memang tak pernah becus urusan kalkulasi.Bidang eksakta terlalu mengerikan buatmu.Yang kau suka hanyalah  pelajaran kerajinan tangan dan kesenian(KTK) serta Kesegaran Jasmani.Nilai IPA raport-mu tak pernah lebih dari angka delapan.Meraih Sembilan itu ngos-ngosan.Payah!
Tapi aku selalu berhasil mendapat pujian dalam mensinopsis  karangan -karangan pendek,menikmati banyak referensi sejarah,menangkap banyak hal mengenai IT  dan up-date perkembangan ilmu walaupun  kadang lemah  secara tekhnis.
Tidakkah kau sadari,di zaman seperti ini yang lebih dibutuhkan adalah yan kritis dan analitis!.
Aku pikir kecerdasan emosi dalam menilai ,memahami dan bersikap dengan orang lain lebih kupunya ketimbang orang-orang yang hanya suka berkutat rumus itu.Dan itu lebih penting!
Itu bisa dilatih.Kecerdasan otaklah yang lebih penting.Jangan terlalu naïf!
Tapi aku jago mengenali nada musik,menafsir lirik lagu,berpuisi dan berprosa hingga banyak orang terenyuh dan bertekuk lutut mengaguminya?Aku bisa sebesar Kahlil Gibran kalau kuasah semua ini!
Iya,kalau kau asah.Sayangnya,kau begitu pemalas!!!Dan parahnya,juga penghayal dan pelamun yang buruk.
Hei,heii!!Imajinasi  itu mutlak dibutuhkan untuk mengolah kreatifitasmu!Orang-orang rumus  berkacamata itu terlalu kaku menikmati hidupnya.Tak menghargai seni,lebih-lebih dengan hubungan intrapersonalnya dengan manusia!!(PUAS AKU MEN-SKAK)
Apa yang bagus dari semua itu? Orang-orang imajinatif itu utopis,hanya kenal konsep ideal namun lemah sekali realisasi.Berpikir terlalu global dan intuitif,tak pernah andalkan analisis dan nalar yang berpadu dengan peritungan cermat,tepat,akurat,dan teliti.

Kau akan menyesal ketika mendapati  dalam dunia kerja,bukanlah orang-orang yang pintar otaknya yang cepat dipromosikan,tapi orang yabg pandai menempatkan diri dan cerdas secar emosional.
Tidak juga.Banyak orang  eksakta yang berseni tinggi dan begitu pandainya besrikap.Tapi sedikit yang berseni tinggi itu pandai berjibaku dengan analisis dan logika.
Jadi kau tetap berkeras bahwa  dominasi otak kiri akan membawamu sukses???(KUBANTING KURSI)
Ya.Mutlak
Tanpa kau sadari kaulah yang naïf dan bodoh.Intelegensia atau IQ  hanyalah 20 % sedangkan sisanya adalah EQ -mu yang menentukan!
Kau begitu subjektif rupanya,hanya karena disitulah kecendrunganmu!
Kukira kaulah yang tak sportif dan begitu pecundang.Wahai manusia yang terlalu logis !Ketika empatimu hilang,karena  kecerdasanmu yang berlebihan dan egomu yang tak terkendali  kau bisa saja menginjak-injak dan menyakiti  orang lain karena naluri mengasihimu begitu tumpul!
Kau ingatlah juga,dengan empatimu yang telalu lemah itu kau  sangat mungkin dimanfaatkan dan dibodoh-bodohi orang lain.Bukankah itu begitu menggelikan di zaman yang serba canggih ini masih ada manusia  tolol yang berambisi  jadi manusia “baik”.Hahahahahaa.
Apaa?.Lagi-lagi bahasanmu terlalu meluas.Aku tetap  percaya pada kemampuan dominasi otak kananku ini.(BENAR-BENAR KUPECAHKAN  GELAS KACA DI DEPANKU.KUBANTING.PRANG!!)
Seketika itu,dari sudut tersamar suara :
 Tak ada yang lebih ketika saling melengkapi.Keduanya tak ada yang bisa dihilangkan dan tak bagus jika tak berimbang.Kalian terlupa,bahwa raga kalian tak berguna tanpa ruh.Dan nutrisi ruh itu sama dengan spiritual.Yang esensi dan paling menentukan nasib kalian!Percuma kalian berdua tanpa aku.Sungguh percuma.

Aku,dan manusia batu,hanya bisa tergugu.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Eny Fahriati


----------------dari perenungan panjang memahami tendensi diri-----------